Pagi ini, matahari
bersinar terang seperti biasanya. Walaupun aku mengharapkan mendung dan semilir
angin yang menyambutku saat duduk dengan tenang di ruang taman belakang sambil menceritakan
kisahku beberapa hari yang lalu ini. But, well, sambil ditemani secangkir teh
hangat favorit, akan kulukiskan kejadian empat hari lalu yang menimpaku.
Empat hari yang lalu, saat
hendak pulang ke kampung halaman yang kurindukan, tak terbesit sama sekali di
dalam benakku kalau aku akan mengalami kejadian ini. Iya, paginya sebelum
berangkat, aku sempat mendandani rambutku dengan catokan. Alhasil, tak berapa
lama, sumbunya mengenai keningku dan menyebabkan luka bakar. Walaupun tidak
terlalu serius, namun cukup mengganggu dan sakit.
Tiga puluh menit kemudian,
aku mendengarkan bunyi klakson mobil uber yang kupesan sejak lima menit yang
lalu. Bergegas aku turun sambil menyeret koper yang tidak seberapa beratnya dan
satu kantong tripod yang kusampirkan dibahu. Mungkin begitu senang, aku tidak
memperhatikan langkah ketika menuruni anak tangga dan kejadian itu tak bisa
dihindari.
Saat tersadar beberapa
detik kemudian, aku sudah jatuh terduduk dengan kaki terlipat di dasar tangga
sambil meringis kesakitan. Kurasakan salah satu bagian dalam telapak kakiku ada
yang bergeser dan sedetik kemudian, Bapak uber yang menjemputku langsung dengan
sigap membantuku untuk duduk dengan benar. Rasanya masih sakit, namun setelah
beberapa menit kemudian aku memaksakan diri untuk berjalan lagi. Walaupun
keberangkatan pesawat masih dua setengah jam, aku akan lebih lega jika
sudah sampai di bandara dahulu dan menelepon orang tuaku di rumah.
Setelah sampai di bandara, aku memutuskan
untuk memberitahu Mama dan Papa di rumah saja supaya hati mereka tidak risau
dengan keadaanku. Perjalanan pulang di tempuh dengan pesawat sekitar satu jam
sepuluh menit dan begitu tiba di Pontianak, aku langsung menyetop taksi pertama
yang kutemui. Maklum, saat aku pulang, keluargaku sedang sibuk mengunjungi
rumah keluarga besar untuk
bersilahturahmi, mereka sama sekali tidak tahu hal yang menimpaku dan perjalanan ke bandara membutuhkan waktu 30 menit
lagi.
Begitu sampai di rumah
keluarga besarku, banyak yang terkaget-kaget dengan keadaanku yang berjalan
terseok-seok sambil menekan rasa nyeri. Beruntung, Papa yang seorang Sinshe
lagsung mengobatiku ketika kami tiba di rumah. Rasanya memang luar biasa ngilu,
saat memakai obat tradisional yang biasa Papa buat untuk pasiennya pun, kulitku
yang sebelumnya tidak pernah tersentuh obatnya mengalami perasaan tidak nyaman,
namun untunglah lukanya berangsur membaik. Pikiranku sedikit melayang akan
kekhawatiran, karena engsel kakiku yang bergeser dan membutuhkan waktu minimal
satu minggu untuk penyembuhan. Padahal, empat hari lagi aku harus masuk kantor
karena hanya mengambil waktu cuti tiga hari di Jakarta. Ah, betapa sialnya.
Tetapi, kehangatan yang
tercipta dalam keluarga memang luar biasa, ya! Dalam tiga hari ini saat pulang
ke rumah, boleh dibilang, aku lupa sama sekali dengan kecemasan dan kesakitan
yang kurasakan. Keluarga yang selalu memberiku support, kehangatan dan kebahagiaan
dalam waktu yang bersamaan, menerbitkan secercah harapan kalau aku bisa sembuh
lebih cepat.
Ah, sepertinya aku akan
sangat kangen momen ini begitu sampai di Jakarta esok sore. Yah, tidak apa-apa. Setidaknya, aku masih bisa
berkumpul bersama mereka yang kusayangi.
Semoga kaki ini cepat
sembuh.
Semangat, Venny!